Kamis, 29 Oktober 2020

TUGAS CGP KESIMPULAN DAN REFLEKSI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA

 

KESIMPULAN DAN REFLEKSI PEMIKIRAN                

KI HAJAR DEWANTARA

Tugas Mandiri CGP   Modul 1.1.a.9 Koneksi Antar Materi

Efriyeni Chaniago
Calon Guru Penggerak Angkatan 1
Unit Kerja SMP Negeri 54 Palembang-Sumatera Selatan

PENDAHULUAN

Memiliki profesi sebagai guru bagi sebagian orang bukanlah pekerjaan yang mudah, butuh kesabaran dan kecakapan khusus dalam menghadapi tingkah laku para siswa yang beragam. Saat ini saya bertugas sebagai guru mata pelajaran yang mengasuh 280 siswa.  Selain menjadi guru saya juga mendapatkan tugas tambahan sebagai pembina ekskul Marching Band dan wali kelas. Pengalaman saya dalam proses pembelajaran selalu saja ada hal-hal yang menarik dari para siswa, kadang ada yang membuat kesal dan juga membuatku tertawa. Ada yang suka mengganggu teman di kelas, mengobrol saat KBM berlangsung, tidak mengerjakan tugas dan lain sebagainya. Tingkah laku siswa yang melanggar peraturan dan kesepakatan ini terkadang memicu guru untuk memberikan hukuman dengan tujuan mengendalikan perilaku para siswanya, sekaligus sebagai bentuk peringatan bagi siswa yang lain. Memberikan hukuman dianggap cara yang paling ampuh untuk mencipatakan efek jera dan membuat siswa menyadari kesalahannya, akan tetapi apakah benar hukuman yang diberikan kepada siswa tersebut dapat menyelesaikan masalah? Apalagi hukuman tersebut tidak ada korelasinya dengan mata pelajaran. Seperti contoh hukuman lari keliling lapangan sekolah karena tidak mengerjakan tugas. Bentuk hukuman yang tidak tepat sasaran tentu berpotensi membuat siswa bersikap antipati terhadap guru, bahkan membenci mata pelajaran yang diajarkan. Dampak dari pemberian hukuman yang tidak mendidik ini membuat siswa yang dihukum itu merasa malu, hilangnya kepercayaan diri, bahkan memicu munculnya perasaan untuk terus memberontak kepada guru.

Tugas seorang guru bukan hanya mengajar di depan kelas saja, melainkan juga mendidik dan mengasuh. Hendaknya menjadi sosok yang pandai dalam asah, asih, asuh anak didiknya, menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Menurut KHD Pendidikan merupakan suatu tuntutan hidup untuk kepentingan keberlangsungan tumbuh kembangnya anak-anak. Setiap anak memiliki kodratnya masing-masing. Seorang pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan tersebut. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki lakunya bukan merubah dasar yang sudah dimiliki anak. Kita tidak dapat merubah maupun menggantikan kodrat anak. Dengan memahami kodrat anak, seorang pendidik dapat mengasah bakat serta potensi yang merupakan sebuah kodrat. Pendidikan hanya bisa menuntun tidak bisa merubah kodrat. Namun dengan pendidikan, dapat memberikan manfaat yang sangat besar untuk tumbuh serta  berkembangnya anak. 

Dalam proses pembelajaran yang mampu mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan dengan memperhatikan kodrat anak, seorang guru harus menjadi pembelajar yang tak berkesudahan dalam mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya serta menambah wawasan dan pengetahuan baru. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengikuti program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yaitu Program Pelatihan Guru Penggerak. Dengan mengikuti program pemerintah ini para guru diharapkan mampu menjadi agen perubahan pendidikan. 

Mendikbud Nadiem Makariem mengatakan, Guru Penggerak bukan hanya guru yang baik dalam mengajar, melainkan juga guru yang memiliki kemauan untuk memotivasi sesama rekan dalam mewujudka ekosistem pendidikan yang terpusat pada anak didik. “Selain harus memiliki semua karakteristik guru yang baik, Guru Penggerak juga harus memiliki kemauan untuk melakukan perubahaan dan memberi dampak yang baik bagi guru lainnya, serta berkemauan untuk mendorong tumbuh kembang murid secara holistik sesuai dengan profil Pelajar pancasila. Mereka harus dapat menjadi agen teladan dan obor perubahan baik di dalam dan di luar unit pendidikannya,” ujar Mendikbud.

 

PEMBAHASAN

Refleksi Filosofis Sistem Among Metode Ki Hadjar Dewantara

Setiap guru tentu memiliki caranya masing-masing dalam memberikan hukuman yang niat dan tujuannya adalah untuk mendidik muridnya.  Namun hal itu perlu kita tinjau ulang bersama karena banyak guru yang mungkin tidak menyadari bahwa cara mendidik murid yang mereka terapkan itu kurang tepat dan bahkan berdampak negatif bagi murid. Untuk itu seorang pendidik diharapkan mampu melaksanakan sistem Among metode yang merupakan pemikiran Ki Hajar Dewantara.  Apa Among Metode itu? 

“Among” (emban), “Momong” (mengemban). Layaknya seorang pengasuh (fasilitator) itu mengasuh, membimbing sang anak dengan ikhlas sesuai bakat dan minat yang diasuh. Guru (Pamong) itu harus pandai  mencermati garis kodrat kemampuan siswa agar jiwanya merdeka lahir batin karena tujuan utama sistem Among adalah hak anak untuk mengatur dirinya sendiri. Dalam Among Methode maka pengajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya dan merdeka tenaganya.

Kemerdekaan harus menjadi dasar untuk mengembangkan bakat yang dimiliki manusia sejak lahir agar bakat yang dimiliki dapat berkembang dengan sebebas-bebasnya. Akan tetapi di dalam dasar kemerdekaan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara kebebasan disini bukan berarti bebas melakukan apapun tanpa adanya batasan-batasan tertentu. Sebaliknya, kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang tetap mengenal dan menjalankan syarat tertib damainya hidup bermasyarakat. Artinya kemerdekaan yang dimiliki oleh setiap anak tetap harus menjalankan aturan yang ada, dimana hidup di lingkungan sekolah maupun masyarakat pasti mempunyai aturan-aturan tertentu dan aturan-aturan tersebut harus di patuhi.  Pelaksanaan Sistem Among bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan serta menganut azas kekeluargaan (asah-asih-asuh). 

Sistem Among adalah cara pendidikan yang dipakai dalam sistem pendidikan Taman Siswa, dengan maksud mewajibkan pada guru untuk mementingkan kodrat anak-anak, dengan tidak melupakan segala keadaan yang mengelilinginya. Sistem among membawa suasana kehangatan keluarga dalam KBM. Sifat kodrat anak yang suka bermain (dolanan/kinder spellen) difasilitasi dalam KBM dengan muatan dolanan anak dan simulasi.  Oleh karena itu alat ”perintah, paksaan dengan hukuman” yang biasa dipakai dalam pendidikan zaman dahulu harus diganti dengan aturan: memberi tuntunan dan menyokong pada anak-anak dalam mereka bertumbuh dan berkembang karena kodratnya sendiri, melenyapkan segala yang merintangi pertumbuhan dan perkembangan sendiri itu serta mendekatkan anak-anak kepada alam dan masyarakatnya.  Perintah dan paksaan hanya boleh dilakukan jika anak-anak tidak dapat dengan kekuatannya sendiri menghindari marabahaya yang akan menimpanya, sedangkan hukuman tak boleh lain dari pada sifatnya kejadian yang sebetulnya harus dialami, sebagai buah atau akibat kesalahannya; hukuman yang demikian itu lalu semata-mata menjadi penebus kesalahan, bukan siksa dari orang lain. Sistem among melarang pelaksanaan hukuman dan pemaksaan dalam KBM karena akan menghambat pertumbuhan jiwa merdeka sang anak, mematikan imajinasi dan kreativitas anak. Sanksi kepada siswa harus seimbang, netral dan adil. 

Sistem among diciptakan oleh Ki Hajar Dewantara untuk membangun siswa menjadi manusia beriman dan bertaqwa, merdeka batinnya, pikiran dan tenaganya, berbudi pekerti luhur, cerdas, berkarakter, berketerampilan dan mampu mengembangkan kreatifitasnya. Selain itu tujuan dari sistem among adalah agar setiap anak kelak mampu berdiri sendiri, menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab atas diri, keluarga dan masyarakat.  

Pendidikan Budi Pekerti

Sebagai kelengkapan system among kepada siswa diberikan Pendidikan Budi Pekerti (PBP). Sejak tahun 1922 PBP di Tamansiswa melekat pada setiap mapel (mata pelajaran) yang berintikan pendidikan karakter meliputi habbluminannas dan habluminallah. Metode Among tercermin dalam semboyan Tut Wuri Handayani, adalah metode yang "berhamba" pada sang anak. Filosofi ini mensyaratkan pendidik untuk memberi tuntunan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak secara budi (cipta, rasa, karsa) dan pekerti (tenaga), sesuai dengan kodrat sang anak. Tuntunan ini bersifat holistik, tak boleh lepas dari pendidikan sosial dan kultural. 

“Budi Pekerti” sendiri mempunyai arti penggabungan segala bentuk  fikiran (cipta), perasaan (rasa), kehendak (karsa) sehingga menimbulkan tenaga (pekerti). Dengan budi pekerti maka manusia sejatinya dapat menghilangkan / menutupi dasar-dasar yang jahat. Maka dalam pendidikan perlu sekali adanya budi pekerti agar generasi penerus bangsa memiliki jiwa nasionalisme, tekad dan semangat yang tinggi serta welas asih (peduli terhadap sesama).

Trilogi Pendidikan Tamansiswa

1. Tut wuri handayani : memerdekakan siswa untuk mengembangkan kreatifitasnya, sedang guru/pamong membina dari belakang tidak boleh sekedar mendikte. Diutamakan pada tingkat Taman Muda (SD). 2. Ing Madya Mangun Karsa : mendorong siswa agar dapat proaktif berbaur dan memotivasi siswa dalam KBM guna aktif meningkatkan kualitas pendidikan (setiakawan, kerjasama, kreatif, inovasi, laku praktek) pada tingkat Pendidikan Dasar hingga Perguruan Tinggi. 3. Ing Ngarso Sung Tulodho : memberi teladan kepada siswa agar dapat menjadi contoh bagi sesama dan yuniornya. Pengabdian kepada sesama dan masyarakat dengan semboyan ilmu amaliah dan amal ilmiah, demi kemaslahatan masyarakat luas bukan sekedar untuk golongan atau pribadinya.

Azas TriKon KHD

Kontinyu dengan alam masyarakat Indonesia sendiri. Artinya, secara kontinyu kebudayaan harus diwariskan kepada generasi penerus secara terus-menerus. Kemudian konvergen dengan budaya luar. Artinya, penerima nilai-nilai budaya dari luar dengan selektif dan adaptif dan akhirnya bersatu dengan alam universal, dalam persatuan yang konsentris yaitu bersatu namun tetap mempunyai kepribadian sendiri. Tujuan dari diberlakukannya asas konsentris adalah menuntun anak untuk menjadi karakter yang lebih baik dengan menyesuaikan kebudayaannya sendiri. Dengan melihat tujuan dari kegiatan pengembangan tersebut maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa karakter budaya dapat dijadikan pusat pendidikan dasar bangsa Indonesia.

NGERTI, NGROSO LAN NGLAKONI

Model pembelajaran ini dimaksudkan supaya anak tidak hanya dididik intelektualnya saja (cognitive), istilah Ki Hadjar Dewantara 'ngerti', melainkan harus ada keseimbangan dengan ngroso (affective) serta nglakoni (psychomotoric). Dengan demikian diharapkan setelah anak menjalani proses belajar mengajar dapat mengerti dengan akalnya, memahami dengan perasaannya, dan dapat menjalankan atau melaksanakan pengetahuan yang sudah didapat dalam kehidupan masyarakat.

TRI PUSAT PENDIDIKAN

Upaya mewujudkan peradaban bangsa melalui pendidikan karakter bangsa tidak terlepas dari lingkungan pendidikan baik di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Tiga pusat pendidikan yang memiliki peranan besar dalam perkembangan diri anak yaitu;  Pendidikan di lingkungan keluarga,  Pendidikan di lingkungan perguruan, dan Pendidikan di lingkungan kemasyarakatan.  

KHD menjelaskan bahwa keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan, pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar antara satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, peran orang tua sebagai guru, penuntun, dan pemberi teladan menjadi sangat penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.

Sebagai Refleksi dari konsep pemikiran KHD tersebut maka dalam tulisan ini saya akan membahas mengenai tiga hal sebagai berikut : (1) Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1?  (2) Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini? (3)  Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran KHD?

1. Sebelum saya mempelajari modul 1.1. saya percaya bahwa saya telah melakukan proses KBM yang baik bagi tumbuh kembang anak didik. Saya merasa memiliki wewenang dan tanggungjawab penuh atas keberhasilan pencapaian siswa dalam memenuhi target nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Saya mempercayai bahwa keberhasilan anak dalam meraih  prestasi hanya berfokus pada hasil penilaian pengetahuan (kognitif) serta keterampilan (psikomotor). Dalam pembelajaran seni budaya yang saya ampu, untuk praktik seni rupa dan seni musik saya percaya bahwa semua anak mampu melakukannya sesuai target tanpa memperhatikan karakter dan kodrat anak. 

by.pixabay.com
Saya percaya bahwa siswa ibarat cangkir dan guru adalah teko. Sebagai "teko", saya mempunyai tugas untuk mengisi "cangkir" sampai penuh. Tugas saya memberi, mengisi  dan cangkir hanya menerima isi yang dituangkan teko. isi cangkir tergantung pada isi teko. Posisi teko sebagai pemberi tentunya lebih tinggi dari cangkir. Dalam analogi teko cangkir ini siswa hanya menerima (pasif) apa yang diberikan, memperhatikan tanpa berpikir kritis dan guru menjadi sosok pemberi yang sangat berperan (center of point) dan bahkan guru menjadi diktator.

2. Yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini adalah bahwa sejatinya pendidikan bukan hanya berorientasi pada kurikulum, silabus dan standar kelulusan saja (SKL), bukan melulu berfokus kepada pemahaman anak terhadap materi pengetahuan (kognitif) dan penguasaan keterampilan (psikomotor) saja, namun yang paling utama adalah adanya perubahan sikap (afektif) dan perubahan karakter dalam diri anak untuk menjadi lebih baik serta menuntun mereka untuk mengasah Budi Pekerti sehingga dapat melepaskan dasar-dasar yang tidak baik yang melekat pada diri mereka. 

Saya mulai berpikir bahwa saya tidak bisa memaksakan setiap anak untuk bertumbuh dan berkembang sesuai yang saya harapkan karena setiap anak mempunyai kodratnya masing-masing sebagai pemberian Tuhan. Dengan memahami Kodrat Anak, saya menjadi lebih paham bahwa bakat serta potensi anak merupakan sebuah kodrat. Pendidikan hanya bisa menuntun untuk tumbuh berkembang sang anak. Seperti dalam analogi teko cangkir yang saya uraikan tadi maka saya akan mengubah diri saya sebagai 'Teko" yang mampu mengisi kekosongan cangkir dengan minuman yang lezat, minuman yang disukai dan diminati orang banyak, minuman yang memberikan kesegaran dan kebaikan bagi peminumnya. 

selain itu saya akan berusaha memahami karakter, keunikan dan latar belakang kondisi keluarga siswa, apalagi saat pandemi covid 19 ini anak-anak belajar dari rumah (BDR) tentu bukanlah hal yang mudah bagi orang tua untuk berperan sebagai guru bagi anak-anaknya. Belum lagi masalah klasik seperti tidak adanya sarana gawai dan sambungan jaringan internet sehingga ada siswa yang tidak bisa menyelesaikan tugas daringnya.

3. Agar kelas saya mencerminkan pemikiran KHD, yang bisa saya terapkan antara lain sebagai berikut.

Menerapkan Trilogi KHD   yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan memberi contoh), Ing Madyo Mangun Karso (di tengah membangun semangat)  dan  Tutwuri Handayani (di belakang memberi dorongan).

Menerapkan asas “Trikon” 

yaitu kontinyu (berkesinambungan), konvergen ( mengambil dari berbagai sumber dari luar), dan konsentris (berpegang teguh sesuai kepribadian / jati diri bangsa). 

Menerapkan pendekatan budaya lokal dalam proses pembelajaran

Pendidikan berbasis budaya merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan budaya  dalam proses pembelajaran agar terjadi harmonisasi nilai-nilai karakter dan budi pekerti. Belajar dengan pendekatan budaya dapat menjadikan siswa tidak terasing dari budaya lokalnya serta meningkatkan apresiasi terhadap budaya lokal. 

Dengan pehamaman budaya siswa dituntun untuk dapat mentrasformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk dan prinsip budaya lokal. Siswa bukan hanya menerima informasi yang didapatkannya tetapi siswa dapat memahami dan mengaplikasikan budaya dalam kehidupan kesehariannya. Contoh aplikasi pendidikan berbasis budaya seperti penerapan saling menghargai dan menghormati, pelaksanaan 3S (senyum,sapa,salam) dan budaya gotong royong serta berkebhinekaan global karena kota Palembang merupakan kota bersejarah multikultural/multi budaya. Ada budaya Arab,  hindustan, Cina dan yang paling dominan adalah budaya Melayu. Setiap budaya memiliki nilai-nilai karakter dan prinsip kemanusiaan yang hampir sama.

Menerapkan pembelajaran yang menyenangkan dan berpihak pada anak

Proses pembelajaran dilakukan dengan cara yang menyenangkan seperti dengan melakukan permainan (game) karena sejatinya jiwa anak adalah bermain. Maka saya akan memperbaiki/menyusun rencana pembelajaran yang menyenangkan, berpihak pada anak, menantang dan bermakna, serta berpusat pada siswa. Pembelajaran tidak monoton hanya dilakukan di dalam kelas saja akan  tetapi bisa dilakukan dengan mengajak siswa untuk membuat suatu proyek misalnya melukis dengan mengamati, memanfaatkan  alam sekitar sebagai objek lukisan. contoh lainnya membuat proyek daur ulang dengan membebaskan siswa memilih alat dan bahan limbah apa saja yang dapat dijadikan sebagai proyek daur ulang. Dalam hal ini saya hanya menuntun kreativitas siswa. Untuk pembelajaran seni musik saya akan mengajak siswa untuk bermain alat musik sederhana. Siswa bebas menentukan sendiri alat musik apa yang akan dimainkan lalu dikolaborasikan bersama siswa lainnya. Tentu sangat menyenangkan dapat belajar sambil bermain. 

Menyusun rencana program pembelajaran menuju pelajar pancasila. 

Progam pembelajaran pancasila disesuaikan dengan kebudayaan daerah/kearifan lokal (local wisdom) antara lain penanaman nilai-nilai karakter, budi pekerti dan kebhinekaan. Seperti kita semua ketahui bahwa Kota Palembang adalah kota tua bersejarah yang memiliki multikultural meliputi budaya Tiongkok (Cina), budaya Arab,  budaya Hindustan dan pastinya budaya Melayu. Sampai saat ini pun keberagaman itu masih nampak rukun dan terpelihara. Adapun profil pelajar Pancasila adalah Kebhinekaan global, Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, bergotong royong, kreatif, bernalar kritis, dan mandiri. 

KESIMPULAN

Dari Konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut apabila telah diimplementasikan dalam proses pembelajaran di kelas/sekolah saya,  tentunya akan membawa keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya bagi anak sebagai manusia maupun anggota masyarakat. 

Sistem pendidikan Taman Siswa yang masih sejalan dengan sistem pendidikan saat ini  dan sesuai dengan nilai-nilai luhur kepribadian bangsa Indonesia adalah "Sistem Among". Sistem among diciptakan oleh  Ki Hajar Dewantara dengan melihat dan menyesuaikan budaya lokal. Sistem among dalam penerapannya berkaitan dengan ajaran-ajaran Ki Hajar Dewantara seperti Asas Trikon, Asas Trilogi pendidikan;  (Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, Tutwuri Handayani) ; Budi Pekerti (Daya cipta, rasa dan karsa) ; kodrat alam dan kodrat zaman serta kemerdekaan. Setiap butir ajaran tersebut bertujuan untuk membangun anak didik menjadi manusia beriman dan bertaqwa, merdeka lahir dan batin, berbudi pekerti luhur, cerdas, berkarakter dan berketerampilan, sehat jasmani maupun rohani dan menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air. Pendidik ibarat petani yang harus merawat benih persemaian agar dapat tumbuh secara optimal dan berkembang dengan baik di era revolusi digital saat ini. Pendidikan Indonesia harus holistik dan memberi tuntunan sesuai kodrat anak yang mengikuti kodrat alam dan kodrat zamannya. Mendidik anak sesuai zamannya seperti saat ini anak-anak diharapkan mampu menguasai teknologi digital, memiliki keterampilan abad 21 dan kecakapan hidup (life skill). Oleh karena itu, dalam menjawab tantangan era revolusi industri 4.0 saat ini, sistem pendidikan Indonesia dapat menerapkan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, yaitu sistem Among Methode yang "berhamba pada sang anak". Tentunya Pemerintah dalam hal ini Kemdikbud harus berupaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru agar dapat menjadi agen perubahan dalam pendidikan. Salam Budaya, Salam sehat untuk kita semua, Salam dan Bahagia Salam MERDEKA BELAJAR!! 

Semoga bermanfaat 


efriyeni.echa@gmail.com


Untuk Rancangan Tindakan Aksi Nyata Silahkan klik Disini

 







 

 

 



7 komentar:

  1. Mari Tumbuh, Belajar, Berbagi dan Bergerak Bersama. Salam Guru Penggerak

    BalasHapus
  2. MANTAP NIAN UONG PLG NI.... TRIMOKASIH BANYAK, SALAM KENAL, AKU CPG ANG 2. DARI SMPN 25 BANDAR LAMPUNG. PANGIL BAE . MR. ERWIN.

    BalasHapus
  3. materi ringkat, padat dan jelas. sangat bersinergi sekali pemikirannya. sukses terus.

    BalasHapus

Post Popular

RPP PJJ SENI BUDAYA

RPP SENI BUDAYA   RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN JARAK JAUH  KELAS 9 SEMESTER 1  SMP NEGERI 54 PALEMBANG MATERI SENI LUKIS 💦 TUJUAN PEMBE...

RPP SENI BUDAYA KLS 9